gambar dari https://wayang.files.wordpress.com |
Salam,
Dengan tulisan ini saya sampaikan kepada para kaum mistika, penunggu dan pendamba Satria Piningit, bahwa Kesatria Piningit yang telah kalian nanti-nantikan itu telah mati. Kematiannya karena tak kuasa keluar dari tempat Piningitannya. Ia terkurung disana, dan membusuk sampai mati.
Ratu Adil yang menyedihkan itu dahulu diramalkan oleh seorang sastrawan Jawa bernama Jayabaya. Raja Kediri itu melahirkan Kesatria Piningit si Ratu adil dari Ramalanya yang disebut sebagai Jangka Jayabaya. Karena karyanya itulah akhirnya membawa masyarakat dijawa/Nusantara memiliki kepercayaan terhadap Kesatria Piningit si Ratu Adil tadi. Jayabaya meramalkan bahwa Kesatria Piningit itu adalah seorang ratu adil yang akan membawa Nusantara Menuju masyarakat adil makmur, aman, tentram, sentosa, Gemah Ripah loh jinawi, dan sifat-sifat surgawi lainnya.
Kata Piningit yang dipakai untuk menyebut Ratu Adil itu adalah karena dalam ramalannya, jayabaya melukiskan Kesatria itu baru Muncul setelah keadaan Nusantara yang digambarkannya begitu mengenaskan, mengalami “Wolak-walike Jaman”, mana yang benar mana yang salah katanya para cendikia tidak berani mengatakannya. Disebutkan dalam bait ke 140, Bahwa:
“Polahe wong Jowo koyo gabah den interi, endi sing salah endi sing sejati, poro topo podho ora wani. Podo wdhi ngajarake piwulang Adi, salah-salah anemahi Pati”.
Disebutkan juga bahwa dalam ramalan itu, sebelum kedatangan sang Ratu Adil, Nusantara dipenuhi dengan bencana Alam. Sungguh kejam ramalan itu. Bait 141:
“Banjir bandang ono ngendi-endi, Gunung jeblug tan ajarwani, tan angimpeni. Gehtinge kepathi-pathi marang Pandhito kang oleh Pati Geni. Mergo wedi kapiyak wedine sopo siro sing sayekti”,
Dalam bait yang terakhir dikutip ini juga ditulis bahwa generasi kita atau entah kapan yang akan datang itu, membenci Cendikia-cendikia, para perthapa yang telah belajar, karena dianggap kita takut terbuka jati diri kita.Kesatria piningit yang didamba-dambakan itu, diramalkan akan menjadi seorang revolusioner. Dia akan memimpin perlawanan terhadap “Jaman yang Terbalik” seperti yang diramalkan dalam kitab jayabaya itu.
Namun apaboleh buat. Kesatria itu telah membusuk sekarang. mati selayaknya jasad yang lain. Mengapa?
Sebelum saya menyerahkan bukti-bukti kematian Kesatria Piningit. Mari kita mulai dengan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dasar. Apa itu Kesatria Piningit? Bagaimana rupa, wujud, materi yang ada padanya?
Pertanyaan sederhana tersebut barangtentu telah bisa kita jawab dengan sederhana Juga. Bahwa Kesatria Piningit adalah seorang tokoh yang ada dalam sebuah teks, karya sastra. Kesatria Piningit tidak memiliki wujud, rupa, ataupun materi; ke-ada-annya hanyalah didalam dunia ide, dunia yang kita impi-impikan. Wujud, rupa, dan bentuknya paling real adalah berupa teks yang dibuat oleh manusia bernama Jayabaya. Disanalah kehidupan Kesatria Piningit, disana tempatnya dilahirkan, dipingit, dan akhirnya membelenggunya sampe mati disana. Tak lupa perlu ditekankan, disanalah pula lokasi pembunuhan Kesatria Piningit, disana bersemayam jenazahnya. Silakan kalau para kaum penanti, pendamba Kesatria Piningit, kaum imajinatif itu berkenan untuk sekali-kali berziarah ke makamnya yang menyedihkan itu. Dalam hal ini perlu ditekankan pula, siapa dalang dibalik pembunuhan kanjeng Kesatria Piningit si Ratu Adil itu. Sungguh sangat jelas, seorang yang melahirkannya pula, Raja Kediri pada masanya, Jayabaya. Dari teks-teks yang dibuatnya, Kesatria Piningit tak kuasa keluar dari ke’piningit’annya dalam teks itu. Dia tak pernah bisa keluar dari keadaannya sendiri sebagai sebuah teks. Akhirnya mati dan membusuk.
Ya, Kanjeng Ratu Adil telah mati disana. Namun apabila pandangan semacam itu belum dapat diterima oleh otak mistis masyarakat. Mari buat opsi lain. Jangan-jangan Pembunuh Ratu Adil adalah kita sendiri?
Diawal telah kita ketahui bahwa Kesatria Piningit (hanya[?]) akan muncul setelah “Jaman yang terbalik”, dimana yang baik terlihat jelek, dan yang jelek terlihat baik. Kondisi dan syarat tersebut tetap tak dapat kita terima, masyarakat kita tetaplah harus tertib terhadap hukum dan tata dalam masyarakat, kita tetap saja harus insyaf bahwa hidup kita harus tetap berjalan sesuai dengan cita-cita dan kehendak yang kita sepakati bersama, dengan atau tanpa Kesatria Piningit. Hal itu bukan merupakan suatu pilihan namun keharusan. Maka dengan musabab seperti itu, Kesatria Piningit tetaplah tak boleh keluar dari ke”piningit”annya. Saya mungkin belum paham bagaimana Ratu Adil itu dipingit. Dalam bayangan saya denga logika mistika yang coba saya ikuti, bahwa Kesatria itu dipingit, atau bersembunyi, bertapa atau bersemedi didalam Goa sampai jaman yang begitu hina datang. Kalau memang semacam ini, biarlah Ratu Adil itu tetap bersembunyi didalam goa, biarlah dia bertapa selamanya, sampai busuk dan mati. Sedang kita, semakin menjadi masyarakat yang madani yang jauh dari syarat kemunculannya.
Mari kita mengandai lagi, seandainya benar, jaman terbalik adalah satu-satunya cara kita mendatangkan Kesatria Piningit, dan kita benar-benar lebih memilih merindu, medamba dan mengarapkannya untuk datang dari pada berpegang pada pendirian kita, tak masalah. mulai hari ini marilah kita bertindak sebajingan yang kita bisa, kita berperilaku se-bar-bar- mungkin, tak usah memikirkan tata yang ada dalam masyarakat, kita marjinalkan para sarjana, ustad, kiai, dkk yang sok-sokan mengatur moral dan perilaku kita, mari kita kurung mereka dalam pertapaannya, gedung-gedung perkuliahan, atau tempat ibadah mereka masing-masing, tak usah mempedulikan apa yang mereka ajarkan dan katakan, dengan begitu Kesatria Piningit yang kita dambakan akan segera hadir, muncul dan meyucikan bangsa kita dari segala perilaku barbar, termasuk dari kita para barbar yang mendambakannya ini. Bagaimana kalau begitu saja? Bisa kah kita menerimanya? Tentu saja tidak!
Kita tentu lebih memilih menentukan dan kedaulatan bangsa kita secara bersama-sama, tanpa darah dan perilaku konyol semacam itu. Sabab hal itu jelas bertentangan dengan akal budi kita.
Mari Mengandai sekali lagi, jika Kesatria Piningit semacam itu akhirnya muncul, dan menjadi antitesa dalam proses kita menuju masyarakat madani ini, lantas melakukan pemberontakan, Pantaslah Kesatria Piningit itu kita bunuh bersama-sama!
Hal ini tak lain demi kita sendiri, demi kehidupan yang kita tentukan sendiri kemana arahnya.
Apa Maksudnya?
kita melihat akhir-akhir ini, kepercayaan terhadap seorang pemimpin yang mahabenar itu sungguh sebenarnya sangat merugikan kita sendiri. Kepercayaan yang demikian akhirnya mendorong masyarakat untuk berperilaku sesukanya. kepercayaanya terhadap kesatria yang kelak akan menyelamatkan bangsanya, tentu saja mereduksi nasionalisme nya, rasa memiliki dan berjuang kepada bangsanya.
ontoh yang paling mudah dapat kita temui adalah dapat kita lihat pada banjir yang sekarang ini melanda Jakarta. Tak ada maksud saya membela sosok pemimpin yang sekarang, tapi kita lihat saja masyarakatnya. Setiap tahun Banjir melanda kota itu, ibukota Indonesia. Hal ini jelas karena kali yang seharusnya menjadi aliran air menjadi sempit karena dibangun pemukiman warga, yang tentu saja diperparah dengan aktifitas pembuangan sampah disana. Ketika sungai bermaksud dibenahi, mereka tak mau dipindah. Jadilah setiap tahun Jakarta banjir.
Banjir yang datang itu akhirnya menjadi kesalahan seorang pemimpin. Mereka meneriaki Pemerintah tak becus mengurus Daerahnya. Ketika Pemerintah melakukan upaya paksa, mereka meneriakinya dengan "Pelanggaran HAM". Kalau dalam kasus jakarta tak sebegitu bedanya dengan dengan kasus macet dan lain-lain.
Pemimpin ajaib mana yang akan dapat melaksanakan tugas koordinasinya dengan baik kalau tak ada sikap kooperatif dari setiap anggota masyarakat yang menghendakinya mengatur?
Demikian pula dengan kebencian dan perlawanan kita terhadap korupsi, kolusi, dan nepotisme. Masyarakat yang setiap hari diberi kesempata untuk menghujat Kasus-kasus terorisme ini, tidak sebegitunya dapat menghujat dirinya sendiri ketika menghadapi persoalan penyogokan, kedekatan famili, dan kesempatan ngentit duit. Kita sepenuhnya harus menginsyafi, kalu perlu mengimani sikap anti korupsi, jika benar-benar kita berharap Negara kita demikian bersihnya.
Dalam era demokrasi ini, Kepemimpinan adalah sepenuhnya ditangan rakyat. Pemimpin yang dikehendaki seharusnya hanya mengkoordinir jalanya hal-hal yang ditetapkan bersama. Tak heran Kalau Hukum (konstitusi), ketetapan bersama, kedudukannya jauh diatas Pemimpin. Pemimpin dinegara kita tetap harus tunduk pada konstitusi, hukum yang ditentukan rakyat. Rakyat tetaplah memimpin, dan memang seharusnya demikian.
Ketika saya mencoba mengandaikan wujud Satria piningit itu, dalam bayangan saya terihat seorang Pemimpin pemberontakan, seorang yang akan memberontak demi kebenarannya sendiri. Hal ini tidak dapat kita terima, Pemimpin negara yang demokratis ini haruslah dikehendaki rakyatnya sendiri, mengenai baik buruk nya saya rasa Tuhan telah sepenuhnya menyerahkanya pada hukum alam, kehendak dan watak sosial. Dengan Begitu setria piningit, apabila benar-benar memimpin pemberontakan dan menjadi antitesa sosial, haruslah kita adili bersama.
Realisasi Satria Piningit!
Mari kita membuat haraapan baru, kita tinggalkan segala kepercayaan-kepercayaan mistis mengenai seorang kesatria-kesatria itu. Mari benar-benar kita realisasikan ide tentang masyarakat yang adil makmur, sebagai akibat dari keadaan satria piningit tadi, menjadi benar-benar nyata.
Mari kita benar-benar singkirkan dulu syarat-syarat konyol untuk benar-benar merealisisasikan satria pningit. Dalam masyarakat demokrasi ini, yang segalanya diatur sendiri oleh rakyat, mari kita singkirkan bayangan Individu dan ke-personal-an Satria piningit. kita dapati, suatu Pemimpin yang Bukan Personal, yang akibatnya mungkinakan menjadi apa yang kita sebut otoriter itu, kemudian menjadi pemimpin yang menyeluruh, men-sosial, kalo boleh dikatakan demikian.Kepemimpinan Masyarakat!
Kita juga lepaskan ke'pininit'annya. Yaitu pandangan kita mengenai Satria piningit yang sebelumnya. ternyata Kepemimpinan Masyarakat ini sebenarnya terbelunggu, dipingit, oleh kepercayaan, logika mistika terhadap ramalan itu. Ramalan itu telah mereduksi nasionalisme kita, kita menjadi pasrah dengan kepemimpinan personal itu. kita menjadi lupa akan Bangunnya satria piningit yang kita impikan, Satria Piningit dalam Wujud Kepemimpinan Masyarakat. kita harus menyatakan perang kepada kepercayaan-kepercayaan dan mistisme yang membelenggu kemajuan kita sebagai sebuah bangsa, Kepemimpinan Masyarakat yang kita idamkan.
Tak lua kita pertegas, kita lawan benar-benar kepemimpinan yang digambarkan peramal-peramal itu. Kita insyafi benar-benar bahwa masyarakatlah yang menjadi pemimpin, yang akan menjadikan Bangsanya sendiri maju tanpa pertumpahan darah dan revolusi oleh satrio personal tadi.
Bunuh Satria Piningit, dan segala Mistisme!
Bangunkan Kepemimpinan Masyarakat!
Apa Maksudnya?
kita melihat akhir-akhir ini, kepercayaan terhadap seorang pemimpin yang mahabenar itu sungguh sebenarnya sangat merugikan kita sendiri. Kepercayaan yang demikian akhirnya mendorong masyarakat untuk berperilaku sesukanya. kepercayaanya terhadap kesatria yang kelak akan menyelamatkan bangsanya, tentu saja mereduksi nasionalisme nya, rasa memiliki dan berjuang kepada bangsanya.
ontoh yang paling mudah dapat kita temui adalah dapat kita lihat pada banjir yang sekarang ini melanda Jakarta. Tak ada maksud saya membela sosok pemimpin yang sekarang, tapi kita lihat saja masyarakatnya. Setiap tahun Banjir melanda kota itu, ibukota Indonesia. Hal ini jelas karena kali yang seharusnya menjadi aliran air menjadi sempit karena dibangun pemukiman warga, yang tentu saja diperparah dengan aktifitas pembuangan sampah disana. Ketika sungai bermaksud dibenahi, mereka tak mau dipindah. Jadilah setiap tahun Jakarta banjir.
Banjir yang datang itu akhirnya menjadi kesalahan seorang pemimpin. Mereka meneriaki Pemerintah tak becus mengurus Daerahnya. Ketika Pemerintah melakukan upaya paksa, mereka meneriakinya dengan "Pelanggaran HAM". Kalau dalam kasus jakarta tak sebegitu bedanya dengan dengan kasus macet dan lain-lain.
Pemimpin ajaib mana yang akan dapat melaksanakan tugas koordinasinya dengan baik kalau tak ada sikap kooperatif dari setiap anggota masyarakat yang menghendakinya mengatur?
Demikian pula dengan kebencian dan perlawanan kita terhadap korupsi, kolusi, dan nepotisme. Masyarakat yang setiap hari diberi kesempata untuk menghujat Kasus-kasus terorisme ini, tidak sebegitunya dapat menghujat dirinya sendiri ketika menghadapi persoalan penyogokan, kedekatan famili, dan kesempatan ngentit duit. Kita sepenuhnya harus menginsyafi, kalu perlu mengimani sikap anti korupsi, jika benar-benar kita berharap Negara kita demikian bersihnya.
Dalam era demokrasi ini, Kepemimpinan adalah sepenuhnya ditangan rakyat. Pemimpin yang dikehendaki seharusnya hanya mengkoordinir jalanya hal-hal yang ditetapkan bersama. Tak heran Kalau Hukum (konstitusi), ketetapan bersama, kedudukannya jauh diatas Pemimpin. Pemimpin dinegara kita tetap harus tunduk pada konstitusi, hukum yang ditentukan rakyat. Rakyat tetaplah memimpin, dan memang seharusnya demikian.
Ketika saya mencoba mengandaikan wujud Satria piningit itu, dalam bayangan saya terihat seorang Pemimpin pemberontakan, seorang yang akan memberontak demi kebenarannya sendiri. Hal ini tidak dapat kita terima, Pemimpin negara yang demokratis ini haruslah dikehendaki rakyatnya sendiri, mengenai baik buruk nya saya rasa Tuhan telah sepenuhnya menyerahkanya pada hukum alam, kehendak dan watak sosial. Dengan Begitu setria piningit, apabila benar-benar memimpin pemberontakan dan menjadi antitesa sosial, haruslah kita adili bersama.
Realisasi Satria Piningit!
Mari kita membuat haraapan baru, kita tinggalkan segala kepercayaan-kepercayaan mistis mengenai seorang kesatria-kesatria itu. Mari benar-benar kita realisasikan ide tentang masyarakat yang adil makmur, sebagai akibat dari keadaan satria piningit tadi, menjadi benar-benar nyata.
Mari kita benar-benar singkirkan dulu syarat-syarat konyol untuk benar-benar merealisisasikan satria pningit. Dalam masyarakat demokrasi ini, yang segalanya diatur sendiri oleh rakyat, mari kita singkirkan bayangan Individu dan ke-personal-an Satria piningit. kita dapati, suatu Pemimpin yang Bukan Personal, yang akibatnya mungkinakan menjadi apa yang kita sebut otoriter itu, kemudian menjadi pemimpin yang menyeluruh, men-sosial, kalo boleh dikatakan demikian.Kepemimpinan Masyarakat!
Kita juga lepaskan ke'pininit'annya. Yaitu pandangan kita mengenai Satria piningit yang sebelumnya. ternyata Kepemimpinan Masyarakat ini sebenarnya terbelunggu, dipingit, oleh kepercayaan, logika mistika terhadap ramalan itu. Ramalan itu telah mereduksi nasionalisme kita, kita menjadi pasrah dengan kepemimpinan personal itu. kita menjadi lupa akan Bangunnya satria piningit yang kita impikan, Satria Piningit dalam Wujud Kepemimpinan Masyarakat. kita harus menyatakan perang kepada kepercayaan-kepercayaan dan mistisme yang membelenggu kemajuan kita sebagai sebuah bangsa, Kepemimpinan Masyarakat yang kita idamkan.
Tak lua kita pertegas, kita lawan benar-benar kepemimpinan yang digambarkan peramal-peramal itu. Kita insyafi benar-benar bahwa masyarakatlah yang menjadi pemimpin, yang akan menjadikan Bangsanya sendiri maju tanpa pertumpahan darah dan revolusi oleh satrio personal tadi.
Bunuh Satria Piningit, dan segala Mistisme!
Bangunkan Kepemimpinan Masyarakat!
joss
BalasHapusho-oh
BalasHapusmales jd org trknl..
nrimo cm jd legenda..
ada tp tiada..
kesatria pinilih tanpa tanding..
..
berulang
dan terus berulang..
di setiap jaman..
..
sampai jumpa...
salam..
Brawijaya V
..
Kaypang JW